Selasa, 20 Januari 2015

Sanksi kepada perusahaan apabila melanggar ketentuan membayar upah pekerjanya

Sanksi kepada perusahaan apabila melanggar ketentuan membayar upah



HAK atas upah adalah hak normatif pekerja dan dilindungi undang-undang. Bila pekerja tidak melakukan tugas maka upahnya tidak dibayar. Demikian sebaliknya, bila pengusaha tidak membayar atau terlambat membayar upah pekerja yang sudah melakukan tugas maka pengusaha tersebut dikenakan denda dan sanksi.

Walaupun pengusaha tersebut dikenakan sanksi pidana berupa penjara, kurungan tetapi kewajiban untuk membayar denda keterlambatan maupun ganti rugi tetap harus dilaksanakan.

Berikut ini berupa pasal dalam UUK No. 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang sanksi-sanksi atas pelanggaran yang berkaitan dengan upah :


  1. Bila pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditentukan (sesuai ketentuan pasal 90 ayat I), sanksinya (pasal 185) yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 400 juta.
  2. Bila pengusaha tidak membayar upah pekerja/buruh yang tidak melakukan tugas karena alasan-alasan pada pasal 93 yang seharusnya pengusaha wajib membayarnya, sanksinya (pasal 186) yaitu pidana paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta paling banyak Rp. 400 juta.
  3. Bila pengusaha tidak membayar upah pekerja untuk kerja lembur sesuai ketentuan pasal 78 maka sanksinya (pasal 187) yaitu pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta dan paling banyak Rp. 100 juta.
  4. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pesangon pekerja karena mencapai usia pensiun sesuai ketentuan pasal 167 ayat 5 maka sanksinya adalah (pasal 184) pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta,- dan paling banyak Rp. 500 juta,-.
  5. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja yaitu upah lembur sesuai ketentuan pasal 78 ayat 2 dan upah kerja lembur pada hari libur resmi sesuai ketentuan pasal 85 ayat 3 maka sanksinya (pasal 187) yaitu pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan /atau denda paling sedikit Rp. 10 juta,- dan paling banyak Rp. 100 juta,-.
  6. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja yang mengambil istirahat karena cuti sesuai ketentuan pasal 78 ayat 1 maka sanksinya mengikuti ketentuan pasal 187 yaitu pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta,- dan paling banyak Rp. 100 juta,-.
  7. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja karena cuti melahirkan dan cuti keguguran sesuai ketentuan pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 maka sanksinya mengikuti ketentuan pasal 185 yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta,- dan paling banyak Rp. 400 juta,-



Senin, 19 Januari 2015

sebelum kena sanksi disiplin di perusahaan kenali dulu macam macam sanksinya

Mengenal sanksi disiplin surat peringatan/ sp, denda dan demosi



Beberapa macam/jenis hukuman disiplin dapat diberikan kepada karyawan/pekerja sekaligus untuk suatu kasus pelanggaran tertentu hanya apabila telah diatur dalam perjanjian kerja (“PK”), peraturan perusahaan (“PP”) atau perjanjian kerja bersama (“PKB”).  


Hal ini secara tersirat diatur dalam Pasal 161 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”):


(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.


Menurut penjelasan Pasal 161 ayat (2) UUK masing-masing surat peringatan dapat diterbitkan secara tidak berurutan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PK atau PP atau PKB.


Bagi pekerja yang melakukan pelanggaran sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dapat juga dikenakan denda (dalam prakteknya dilakukan dalam bentuk pemotongan upah). Hal ini merujuk pada Pasal 95 ayat (1) UUK:


Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.


Namun, pengenaan denda terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran juga wajib memperhatikan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) PP No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (“PP 8/1981”) yakni denda atas pelanggaran sesuatu hal hanya dapat dilakukan apabila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan (PK atau PP atau PKB).


Lebih jauh dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 20 ayat (4) PP 8/1981 bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran dalam hal ini adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban buruh yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara pengusaha dan buruh.


Mengenai demosi (penurunan jabatan) tidak diberikan pengaturannya dalam UUK maupun peraturan perundang-undangan lain terkait dengan ketenagakerjaan. Dengan demikian, pengaturan mengenai demosi ini dapat diatur sendiri di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Sehingga hal-hal yang terkait dengan pengenaan disiplin terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran dan merugikan perusahaan sebenarnya lebih diserahkan kepada pihak pengusaha dan pekerja untuk disepakati bersama dalam bentuk PK atau PP atau PKB.


perusahaan minta ganti rugi akibat kelalaian kerja...? bisa aja

Penerapan sanksi ganti rugi kepada karyawan


Dalam praktek hubungan kerja, ada 2 (dua) macam sanksi yang diberlakukan (oleh pengusaha) dan dikenakan terhadap pekerja/buruh (karyawan) di perusahaan, yakni denda dan ganti rugi. Keduanya (denda dan ganti rugi) tidak boleh dikenakan secara bersamaan untuk suatu kasus yang sama (Pasal 20 ayat [3] PP No. 8/1981).

  1. Denda merupakan sanksi atas pelanggaran terhadap kewiban-kewajiban karyawan yang telah ditetapkan perusahaan, baik dalam perjanjian kerja dan/atau dalam peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama (“PK” dan/atau “PP”/”PKB”). Misalnya, denda karena keterlambatan, denda karena tidak mencapai target yang ditentukan, dan lain-lain. Akumulasi dari (uang) denda tersebut tidak boleh untuk -- kepentingan -- pengusaha/perusahaan, melainkan murni untuk kepentingan karyawan (dana kesejahteraan) yang harus diatur penggunaannya dalam PK dan/atau PP/PKB (Pasal 95 ayat [1] UU No. 13/2003 jo Pasal 21 ayat [1] dan penjelasannya jo Pasal 20 ayat [1] PP No. 8/1981).
  2. Sedangkan ganti rugi adalah merupakan hak pengusaha / perusahaan yang dikenakan kepada karyawan karena melakukan kesalahan/kelalaian yang mengakibatkan rusak/hilangnya barang / asset (milik) perusahaan. Misalnya, ganti rugi karena lalai sehingga menyebabkan kerusakan mesin produksi, kecuali dapat dibuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi bukan karena kesengajaan / kelalaian karyawan yang bersangkutan.

Ketentuan pengenaan denda atau ganti rugi tersebut, harus telah terlebih dahulu diatur (tercantum) dalam PK dan/atau PP/PKB. Dalam arti, bahwa pengenaan denda atau ganti rugi, hanya dapat dilakukan setelah terlebih dahulu ada aturannya dalam PK dan/atau PP/PKB (Pasal 20 ayat (1) dan 23 ayat (2) PP No. 8/1981).

Terkait dengan ganti rugi tersebut, berdasarkan azas perbuatan melangggar hukum (onrechtmatige daad) dalam Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata), bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang (pihak) lain, mewajibkan orang –- yang karena salahnya menerbitkan kerugian -- itu mengganti kerugian tersebut. Artinya, kalau seseorang (termasuk karyawan) melakukan kesalahan/kelalaian baik disengaja ataupun tidak, wajib mengganti resiko dari kesalahan/kelalaian tersebut sesuai dengan besarnya nilai kerugian (secara proporsional) yang dilakukan.

Bahkan dalam konteks hubungan kerja, kesalahan seseorang karyawan terhadap pihak lain (pihak ketiga) yang dirugikan, menjadi tanggung-jawab manajemen perusahaan (“majikan-majikan”) dan itu merupakan resiko perusahaan (Pasal 1367 ayat [3] Burgerlijk Wetboek).

Mengenai terjadinya kasus kesalahan/ kelalaian yang – sebenarnya -- disebabkan oleh kesalahan manajemen, organisasi perusahaan dan corporate culture, serta kualitas SDM yang masih belum memadai (rendah), justru memang dituntut adanya profesionalisme dalam bekerja dan diupayakan peningkatan kualifikasi serta kompetensi kerja dari semua pihak yang saling membutuhkan. Terkait dengan hal tersebut, pengusaha seharusnya senantiasa meningkatkan kualitas SDM karyawannya secara rutin sekurang-kurangnya 5% dari jumlah seluruh karyawan setiap tahunnya (Pasal 2 ayat [2] Kepmenakertrans. No. Per-261/Men/XI/2004). Dengan demikian dapat ditiadakan atau setidaknya dikurangi jumlah resiko yang mungkin terjadi.

Sedangkan, bilamana terjadi kesalahan/kelalaian karena – adanya -- perintah kerja di luar dari job (tugas dan tanggung-jawab sebagaimana dalam PK dan/atau PP/PKB), atau bekerja melebihi ketentuan waktu kerja yang ditentukan (overload), maka -- menurut hemat kami -- kesalahan tersebut tidak selayaknya ditimpakan kepada karyawan yang bersangkutan, akan tetapi menjadi resiko bisnis.


Upah Minimum ya...akan tetap menjadi upah paling minimum

Efektifitas Kepatuhan Pelaksanaan Upah Minimum terhadap  sanksi  pidana


Pasal 90 jo Pasal 185 Undang-undang 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengisyaratkan kepada Semua perusahaan wajib melaksanakan ketentuan upah minimum. Bagi perusahaan yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan ketentuan UM dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan / atau denda paling sedikit Rp. 100juta rupiah dan paling banyak Rp. 400juta rupiah dan merupakan tindak pidana kejahatan.

Dalam melaksanakan UM berlaku ketentuan sebagai berikut :

  1. Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.
  2. Dalam hal di daerah Kabupaten/ Kota sudah ada penetapan UMK, perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari UMK.
  3. Dalam hal di suatu sektor usaha telah ada penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten/ Kota (UMSK) perusahaan dilarang membayar lebih rendah dari UMSP dan UMSK tersebut.
  4. Bagi pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan dalam masa percobaan,upah diberikan oleh pengusaha serendah-rendahnya sebesar upah minimum.
  5. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1(satu) tahun.
  6. Peninjauan besarnya upah pekerja dengan masa kerja lebih dari 1(satu) tahun,dilakukan atas kesepakatan tertulis antara pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha.
  7. Bagi pekerja dengan sistim kerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan 1 (satu) bulan atau lebih,upah rata-rata sebulan serendah-rendahnya sebesar Upah Minimum di perusahaan yang bersangkutan.
  8. Upah pekerja harian lepas, ditetapkan secara upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:


  1. bagi perusahaan dengan sistim waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu,upah bulanan dibagi 25(dua puluh lima).
  2. bagi perusahaan dengan sistim waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21 (dua puluh satu ).
  3. bagi perusahaan yang mencakup lebih dari satu sektor atau sub sektor, maka upah yang di berlakukan sesuai dengan UMSP atau UMSK.
  4. Dalam hal satu perusahaan mencakup beberapa sektor atau sub sektor yang satu lebih belum ada penetapan UMSP dan atau UMK untuk sektor tersebut diberlakukan UMSP atau UMSK tertinggi di perusahaan yang bersangkutan.
  5. Dalam hal perusahaan untuk menjalankan usahanya memerlukan pekerjaan jasa penunjang yang belum terdapat penetapan UMSP atau UMSK, maka bagi pekerja jasa penunjang diberlakukan UMSP atau UMSK tertinggi di perusahaan yang bersangkutan.
  6. Bagi perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku, pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan upah.
  7. Peninjauan besarnya upah bagi pekerja yang telah menerima upah lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja. Peraturan Perusahaan, atau Kesepakatan Kerja Bersama.
  8. Dengan kenaikan upah minimum, para pekerja harus memelihara prestasi kerja sehingga tidak lebih rendah dari prestasi kerja sebelum kenaikan upah.
  9. Ukuran prestasi kerja untuk masing-masing perusahaan dirumuskan bersama oleh pengusaha dan pekerja atau Lembaga Kerjasama Bipartit perusahaan yang bersangkutan.
  10. Dalam hal tingkat prestasi kerja tidak sesuai dengan yang telah disepakati pada point diatas, pengusaha dapat mengambil tindakan kepada pekerja yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Kesepakatan Kerja Bersama.



Sanksi Administrasif  terhadap Perusahaan yang tidak melaksanakan Upah minimum Dinas Tenaga kerja terkait dengan melakukan pengawasan terhadap penerapan upah minimum dengan memberikan imbauan dan anjuran melalui sosialisasi.

Sanksi administratif, dapat juga misalkan penutupan usaha sampai pencabutan surat izin kalau hal itu tidak diindahkan oleh perusahaan.

Pasal 190 UUK no 13 tahun 2013


Pengusaha yang tidak mampu melaksanakan ketentuan sebagaimana dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan persyaratan yang telah ditentukan. Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum diajukan kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk, ada beberapa upaya yang diatur dalam Pasal 90 ayat (2) UU 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dengan mengajukan penanguhan tidak mampu membayar upah minimum.


Pengajuan Penangguhan
Bagi perusahaan yang tidak mampu melaksanakan ketentuan upah minimum dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dengan mengacu pada Pasal 19, 20 Kepmen-226/Men/2000 Tentang Perubahan Pasal 1,Pasal 3,Pasal 4,Pasal 8,Pasal,11,Pasal20,Dan Pasal 21 permen Nomor Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum jo Kepmen No.231/Men/2003. Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum, ketentuan sebagai berikut :
  1. Bagi perusahaan yang ada SP/SB didasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan SP/SB yang didukung oleh mayoritas pekerja di perusahaan yang bersangkutan;
  2. Bagi perusahaan yang belum ada SP/SB yang didasarkan atas kesepakatan pengusaha dengan yang mewakili lebih dari 50% pekerja menerima upah minimum. Kesepakatan tersebut dilampiri :
  3. Salinan akte pendirian perusahaan
  4. Laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;
  5. Perkembangan produksi dan pemasaran selama 2(dua) tahun terakhir;
  6. data upah menurut jabatan pekerja;
  7. Jumlah pekerja seluruhnya dan jumlah pekerja yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum;
  8. Surat pernyataan kesediaan perusahaan untuk melaksanakan upah minimum yang baru setelah berakhirnya waktu penangguhan.
  9. Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk, dapat meminta Akuntan Publik untuk memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidak mampuan perusahaan tersebut atas biaya perusahaan.
  10. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada point b, angka 2, angka 3, dan point c, tidak diwajibkan bagi perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sampai dengan 100 (seratus) orang.
  11. Permohonan penangguhan diajukan kepada Gubernur Provinsi Jawa Barat c.q Kepala disnakertranduk Jawa Barat.
  12. Persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum diberikan kepada pengusaha dalam bentuk: membayar upah terendah, tetap sesuai ketetapan upah minimum yang lama atau membayar lebih rendah dari upah minimum yang baru atau menangguhkan pembayaran upah minimum yang baru secara bertahap
  13. Penolakan atau persetujuan atas permohonan penangguhan yang diajukan oleh pengusaha, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1(satu) bulan terhitung
    sejak diterima secara lengkap permohonan penangguhan upah minimum.
  14. Apabila waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf g telah terlampaui dan belum ada keputusan dari Gubernur, permohonan penangguhan yang telah memenuhi persyaratan dianggap telah disetujui.
  15. Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian perusahaan yang bersangkutan dapat membayar upah yang biasa diterima pekerja.
  16. Dalam hal permohonan penanggulangan ditolak,upah yang diberikan pengusaha kepada pekerja serendah rendahnya sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung tanggal berlakunya ketentuan upah minimum yang baru.